, ,

Di tengah Kewaspadaan Inflasi Nasional, Pemkot Metro Ikuti Arahan Strategis Kemendagri

oleh -54 Dilihat

Tekan Inflasi Hingga Akar: Pemkot Metro Serap Arahan Strategis Kemendagri dalam Rakor TPID 2025

Majalah Metro– Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang berpotensi mempengaruhi stabilitas harga dalam negeri, Pemerintah Kota Metro menunjukkan komitmen tinggi dalam menjaga daya beli masyarakat. Bukti nyata ini ditunjukkan dengan kehadiran jajaran Pemkot Metro, yang dipimpin secara langsung oleh Plt. Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Kusbani, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Tahun 2025. Rakor yang digelar secara virtual dari Ruangan OR Setda Kota Metro pada Senin, 6 Oktober 2025 ini, menjadi platform strategis untuk menyelaraskan langkah dengan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dalam menahan laju inflasi.

Rakor yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, ini bukan sekadar formalitas. Ia membawa pesan tegas: perang melawan inflasi adalah tugas semua pihak, dan kinerja setiap daerah akan diperhitungkan.

Peta Merah Inflasi: 10 Provinsi dengan Angka Tertinggi

Salah satu momen paling krusial dalam rakor adalah ketika Tomsi Tohir memaparkan peta panas inflasi Indonesia. Terdapat 10 provinsi yang masuk dalam daftar “merah” dengan angka inflasi tertinggi hingga September 2025, yaitu:

  1. Sumatera Utara (5,32%)

  2. Riau (5,08%)

  3. Aceh (4,45%)

  4. Sumatera Barat (4,22%)

  5. Sulawesi Tengah (3,88%)

  6. Jambi (3,77%)

  7. Sulawesi Tenggara (3,68%)

  8. Papua Pegunungan (3,55%)

  9. Sumatera Selatan (3,44%)

  10. Papua Selatan (3,42%)

Tekan Inflasi, Pemkot Metro ikuti rakor TPID bersama Kemendagri - PEMERINTAH KOTA METRO

Baca Juga: Lampung Begawi 2025 Catat 18 Ribu Pengunjung dan Transaksi Fantastis dalam 3 Hari

Pesan Tomsi di sini sangat jelas. Inflasi di atas 3%—dan terlebih yang menyentuh 5%—tidak bisa ditutupi. Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar provinsi ini bukanlah daerah dengan hambatan distribusi yang ekstrem seperti daerah terpencil. Tomsi secara khusus menyoroti keberhasilan relatif Papua Pegunungan yang, meskipun medannya sulit, berhasil menahan inflasi pada level 3,55%. “Sementara di provinsi lain yang distribusinya lancar, mudah, itu angkanya tinggi,” ujarnya. Ini adalah tamparan keras sekaligus motivasi bagi daerah-daerah yang infrastrukturnya baik namun kinerja pengendalian inflasinya justru lemah.

Arahan Tomsi ini menjadi bahan introspeksi berharga bagi semua daerah, termasuk Kota Metro, untuk mengevaluasi efektivitas strategi yang telah dijalankan. Apakah operasi pasar sudah cukup sering? Apakah monitoring harga di tingkat pasar tradisional dan modern sudah ketat? Dan yang terpenting, apakah koordinasi antara dinas terkait, seperti Perdagangan, Pertanian, dan Transportasi, sudah berjalan optimal?

Apresiasi dan Teladan: Peran Krusial Operasi Pasar

Di balik kritik, Tomsi Tohir juga memberikan apresiasi kepada daerah-daerah yang telah aktif menjalankan operasi pasar. Langkah ini terbukti efektif sebagai “obat penurun panas” inflasi, khususnya untuk komoditas pangan yang paling dirasakan masyarakat, seperti beras dan minyak goreng.

Operasi pasar bukan hanya tentang menyalurkan barang murah, tetapi juga berfungsi sebagai:

  • Stabilisator Harga: Kehadiran barang dengan harga resmi akan memaksa pedagang lain untuk menyesuaikan harga, mencegah spekulasi dan penimbunan.

  • Signal Pemerintah: Kehadiran pemerintah di pasar memberikan sinyal yang menenangkan bahwa negara hadir dan peduli dengan kesulitan rakyat.

  • Pengawasan Langsung: Menjadi kesempatan bagi aparat untuk memantau kualitas dan ketersediaan barang secara langsung.

Bagi Kota Metro, apresiasi ini bisa menjadi pendorong untuk lebih mengintensifkan dan memvariasikan program operasi pasar, mungkin dengan menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini kurang terlayani.

Diagnosis dari BPS: Dari Deflasi ke Inflasi, dengan Penyumbang Baru

Paparan dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI, Amalia Adininggar Widyasanti, memberikan diagnosis yang lebih rinci dan teknis mengenai kondisi inflasi nasional. Beberapa poin kunci yang disampaikan adalah:

  1. Tren yang Berbalik: Setelah mengalami deflasi pada Agustus 2025, Indonesia kembali mengalami inflasi sebesar 0,21% (month-to-month) pada September 2025. Secara tahunan, inflasi year-on-year mencapai 2,65%. Angka ini memang masih dalam batas wajar, namun tren kenaikan dari bulan sebelumnya patut diwaspadai.

  2. Penyumbang Inflasi yang Menarik: Selama ini, perhatian utama selalu pada kelompok food and beverage. Namun, laporan BPS mengungkapkan bahwa pada September 2025, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, khususnya emas perhiasan, menjadi penyumbang utama inflasi. Komoditas ini menyumbang 0,08% untuk inflasi bulanan dan 0,52% untuk inflasi tahunan. Fenomena ini bisa mencerminkan perubahan pola konsumsi atau tingginya permintaan akan safe-haven asset di tengah gejolak ekonomi.

  3. Penyumbang Tradisional yang Masih Kuat: Meski bukan yang utama, kelompok makanan, minuman, dan tembakau tetap memberikan kontribusi signifikan dengan inflasi bulanan 0,38% dan tahunan 5,01%. Angka tahunan yang tinggi ini menunjukkan bahwa tekanan harga pangan masih menjadi momok yang berlangsung lama.

Refleksi untuk Kota Metro: Langkah Konkret ke Depan

Keikutsertaan Pemkot Metro dalam rakoor ini adalah langkah awal yang vital. Informasi dan arahan yang diterima harus segera diterjemahkan ke dalam aksi nyata di tingkat daerah. Beberapa langkah strategis yang dapat dipertajam pasca-rakor ini antara lain:

  1. Memperkuat Sistem Peringatan Dini: Membangun atau memperkuat sistem pemantauan harga eceran berbasis digital yang terintegrasi dengan pusat data BPS dan Kemendagri, sehingga gejolak harga dapat dideteksi lebih dini.

  2. Sinergi TPID yang Lebih Agresif: TPID Kota Metro harus bergerak lebih ofensif, tidak hanya menunggu laporan. Rapat koordinasi internal perlu diadakan lebih rutin dengan agenda yang jelas dan target yang terukur.

  3. Fokus pada Supply Chain Lokal: Mengidentifikasi komoditas penyumbang inflasi terbesar di Metro dan mencari celah untuk memperpendek rantai pasok. Misalnya, dengan mendorong program pekarangan pangan lestari atau mempermudah distribusi dari sentra produksi di sekitar Metro.

  4. Edukasi dan Komunikasi Publik: Mensosialisasikan program pemerintah dan kondisi pasokan kepada masyarakat untuk mencegah kepanikan yang memicu panic buying dan gejolak harga.

Skintific

No More Posts Available.

No more pages to load.